Selasa, 26 November 2013

MISKIN BUKAN HALANGAN UNTUK BERTEKNOLOGI

Berasal dari keluarga yang tidak mampu, Dewi Sartika mempunyai cita-cita untuk menjadi dokter. Bermodal keinginan yang gigih dan bantuan dari organisasi nirlaba pengembangan anak Plan, anak pertama dari dua bersaudara ini akhirnya berhasil meraih cita-citanya.
“Selama 16 tahun saya menjadi anak asuh Plan, sekarang saya dokter tidak tetap di Tanah Toa, Sulawesi Selatan dan Alhamdulillah kontrak saya diperpanjang sampai tahun depan,” kata Dewi, di acara ulang tahun Plan, Sabtu (24/3).
Memperingati hari jadinya yang ke-75, organisasi nirlaba Plan mengundang puluhan anak asuhnya untuk saling berbagi pengalaman di Semarang, Jawa Tengah.
Dewi Sartika, yang berasal dari Desa Sukasari, Bogor dan berusia 24 tahun, berbagi pengalaman bagaimana akhirnya dia bisa meraih cita-citanya dengan anak-anak asuh Plan yang datang dari berbagai desa di Pulau Jawa.
“Bapak saya sopir angkot dan ibu tukang gorengan. Cita-cita saya sejak kecil memang ingin jadi dokter,” ujarnya.
Dewi, yang namanya diambil dari nama pahlawan emansipasi yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, Dewi Sartika, menyemangati anak-anak asuh yang lain untuk terus berusaha dan mengejar cita-cita mereka.
“Kalau kita mau berusaha pasti ada cara. Banyak yang berpikir kuliah kedokteran itu mahal. Tapi Alhamdulillah selama kuliah saya tidak pernah membayar,” kata Dewi.
Selama menempuh Pendidikan di Universitas Diponegoro, Semarang, Dewi berusaha meminimalisir biaya kuliahnya.
“Buku saya pinjam dari kakak kelas. Jaman sekarang lebih enak lagi karena sudah ada internet, bisa download e-book,” lanjutnya lagi.
“Jangan khawatir dan jangan malu, di kampus saya ada juga anak tukang becak dan anak penjual nasi kucing. Yang penting mau berusaha,” kata Dewi.
Dedikasikan Hidup untuk Orang Lain
Setelah berhasil meraih cita-citanya, kini Dewi mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain.
Di tempat dinasnya, Dewi juga membentuk kelompok bermain dan belajar anak.
“Di sana pendidikannya sangat berbeda dengan di kota. Guru datang siang, anak kelas 2 SD belum bisa membaca dan kelas 4 SD belum bisa berhitung,” sambungnya lagi.
“Di sana juga masyarakat jarang mengenal WC. Mereka buang air besar di kebun lalu ditinggal,” katanya.
“Selain membantu pelajaran sekolah saya juga mengajarkan hal-hal sederhana seperti mencuci tangan dan kebersihan. Sederhana tapi bisa membuat hidup mereka lebih baik,” kata Dewi.
Riwayat Plan
Bermula dari niatan seorang wartawan berkebangsaan Inggris bernama John Langdon Davies dan Eric Muggeridge, untuk membantu anak-anak korban perang saudara di Spanyol tahun 1937, Plan kini telah menjadi organisasi global yang bekerja di 50 negara berkembang termasuk Indonesia.
Meskipun program utama Plan adalah sponsorship anak, namun Plan juga memfokuskan pada pengembangan masyarakat yang berpusat pada kepentingan anak.
Contohnya adalah pendirian kelompok anak di daerah program unit Plan yang tersebar di 9 kabupaten di Indonesia yaitu Rembang, Kebumen, Grobogan, Dompu, Sikka, Lembata, Soe, Kefamenanu dan Nagekeo. 
sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar